This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Selamat Datang di Blog PNPM Mandiri Perdesaan-Bumi Bataraguru, Kab. Luwu Timur

Rabu, 23 Oktober 2013

RAKOR KABUPATEN

RAKOR KABUPATEN PNPM LUWU TIMUR

Tomoni - Pelaksanaan Rapat Koordinasi Kabupaten dilaksanakan di Hotel Sikumbang selama dua hari mulai dari tanggal 06 s/d 07 September 2013 dihadiri oleh tim Koordinasi PNPM-MPd Kab. Luwu Timur, Fasilitator Kabupaten, Fasilitator Kecamatan se Kab. Luwu Timur, UPK se Kab. Luwu Timur dan PL se Kab Luwu Timur.
Rapat Koordinasi PNPM-MP tingkat Kabupaten Bulan September ini membahas beberapa hal, dengan narasumber dengan narasumber antaralain Drs. Ruslan. R, M.Si (PjOKab Luwu Timur), Abdul Halik, SE (Fas. Keuangan) dan Ir. GUntur Amir (Fas. Teknik). Agenda Rakor membahas antara lain :
- info-info terkini kegiatan PNPM-MP
- strategi penanggunalangan kemisninan;
- sosialisasi PTO Revisi (Tahapan Baru);
- antisipasi dan persiapan perencanaan T.A 2014 (infrastruktur & Ekonomi)
- pete jalan PNPM-MP menuju keberlanjutan program
- pengembangan ekonomi perdesaan
- umpan balik hasil validasi laporan UPK
- penegesan/RKTL
Rapat koordinasi PNPM-MP Kab. Luwu Timur merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan setiap bulan dengan diikuti oleh seluruh Fasilitator Kecamatan (FK/FT) Fasilitator Kabupaten (Faskeu/Fastekab), unsur Tim Koordinasi Kabupaten, Unit Pengelola Kegiatan (UPK) dan PL. Pelaksanaan rakor ini biasanya dilaksanakan pada awal bulan berjalan dan ditentukan waktunya dengan memperhatikan kegiatan yang akan dilaksanakan diwilayah kecamatan masing-masing, sehingga diharapkan tidak ada jadwal yang bersamaan diwilayah masing-masing.

Minggu, 25 Agustus 2013

Prinsip PNPM





Prinsip PPK
PPK menekankan beberapa prinsip sebagai berikut ini :
Transparansi. Setiap kegiatan program, pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan, harus dilaksanakan secara terbuka dan disebarluaskan kepada seluruh masyarakat.
Keberpihakan pada Orang Miskin. Setiap kegiatan ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, terutama dari kelompok kurang mampu. 
Partisipasi/Pelibatan Masyarakat.Setiap kegiatan harus melibatkan masyarakat, termasuk kelompok kurang mampu dan kaum perempuan. Partisipasi harus menyeluruh, mulai dari tahap perencanaan. pelaksanaan, pelestarian, juga mengelolaan dan pengawasan/evaluasi. PPK memiliki mekanisme khusus untuk menampung aspirasi kaum perempuan, yakni Musyawarah Khusus Perempuan (MKP).
Kompetisi Sehat untuk Dana. Harus ada kompetisi sehat antardesa untuk menentukan alokasi penggunaan dana PPK.
Desentralisasi. PPK memberikan wewenang kepada masyarakat untuk membuat keputusan mengenai jenis kegiatan, berdasarkan prioritas kebutuhan dan manfaatnya bagi masyarakat banyak. Masyarakat diberi kewenangan untuk mengelolanya secara mandiri dan partisipatif.
Akuntabilitas.Masyarakat harus memiliki akses memadai terhadap segala informasi dan proses pengambilan keputusan, sehingga pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan dipertanggung-gugatkan, baik secara moral, teknis, legal maupun administratif.
Keberlanjutan.Setiap pengambilan keputusan harus mempertimbangkan kepentingan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tidak hanya untuk saat ini, tetapi juga di masa depan, dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan 
Prinsip PNPM-Perdesaan
Prinsip PNPM-Perdesaan terdiri dari Prinsip-Prinsip PPK ditambah dengan beberapa prinsip lain yang merupakan penekanan terhadap prinsip-prinsip yang telah ada dan dilakukan sebelumnya dalam PPK atau PNPM-PPK, yakni:
Bertumpu pada Pembangunan Manusia. Setiap kegiatan diarahkan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia seutuhnya.
Otonomi.Masyarakat diberi kewenangan secara mandiri untuk berpartisipasi dalam menentukan dan mengelola kegiatan pembangunan secara swakelola.
Desentralisasi.Kewenangan pengelolaan kegiatan pembangunan sektoral dan kewilayahan dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah atau masyarakat, sesuai dengan kapasitasnya.
Berorientasi pada Masyarakat Miskin.Semua kegiatan yang dilaksanakan, harus mengutamakan kepentingan dan kebutuhan masyarakat miskin dan kelompok masyarakat yang kurang beruntung.
Partisipasi/ Pelibatan Masyarakat.Masyarakat terlibat secara aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan pembangunan dan secara gotong-royong menjalankan pembangunan.
Kesetaraan dan Keadilan Gender.Laki-laki dan perempuan mempunyai kesetaraan dalam perannya di setiap tahap pembangunan dan dalam menikmati secara adil manfaat kegiatan pembangunan tersebut.
Demokratis.Setiap pengambilan keputusan pembangunan dilakukan secara musyawarah dan mufakat dengan tetap berorientasi pada kepentingan masyarakat miskin.
Transparansi dan Akuntabel.Masyarakat harus memiliki akses yang memadai terhadap segala informasi dan proses pengambilan keputusan, sehingga pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan dipertanggung-gugatkan, baik secara moral, teknis, legasl maupun administratif.
Prioritas.Pemerintah dan masyarakat harus memprioritaskan pemenuhan kebutuhan untuk pengentasan kemiskinan, kegiatan mendesak dan bermanfaat bagi sebanyak-banyaknya masyarakat, dengan mendayagunakan secara optimal berbagai sumberdaya yang terbatas.
Kolaborasi.Semua pihak yang berkepentingan dalam penanggulangan kemiskinan didorong untuk mewujudkan kerjasama dan sinergi antar-pemangku kepentingan dalam penanggulangan kemiskinan.
Keberlanjutan.Setiap pengambilan keputusan harus mempertimbangkan kepentingan peningkatan kesejahteraan masyarakat, tidak hanya untuk saat ini tetapi juga di masa depan, dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan.

Apa itu PNPM

TENTANG PNPM MANDIRI-PERDESAAN
1.     DEFINISI  ISTILAH

a.      PENGANTAR
Ketika  para  konsultan dan fasilitator  PNPM Mandiri  (konsultan, fasilitator)  berkenalan dengan seseorang, kemudian ditanya dimana Anda bekerja, maka kalau konsultan/fasilitator tersebut menyebut istilah PNPM Mandiri, maka orang yang awam sekali dengan program ini spontan memorinya akan bekerja keras untuk mensinkronkan dengan PNM atau Bank Mandiri. 
PT PNM (PT Permodalan Nasional Madani) adalah salah satu BUMN yang sudah banyak dikenal  oleh masyarakat Indonesia. Tugas utama PNM adalah memberikan solusi pembiayaan pada Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK) dengan kemampuan yang ada berdasarkan kelayakan usaha serta prinsip ekonomi pasar.
Adapun Mandiri adalah nama Bank Mandiri, adalah bank pemerintah terbesar yang berdiri pada tanggal 2 Oktober 1998, dan merupakan hasil penggabungan dari empat bank pemerintah  yang kolaps akibat krisis ekonomi 1998  (bagian dari program restrukturisasi perbankan):Bank Bumi Daya(BBD), Bank Dagang Negara (BDN), Bank Ekspor Impor Indonesia (Bank Exim), dan Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo).

b.      PNPM MANDIRI
PNPM Mandiri adalah sebuah akronim (singkatan) dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat. Bicara soal PNPM Mandiri, masyarakat tentu akan dibingungkan dengan banyaknya istilah PNPM Mandiri yang dilengkapi dengan akronim sektoral, yaitu : PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri Generasi, PNPM Mandiri RESPEK, PNPM Mandiri Pasca Bencana, PNPM Mandiri R2PN, PNPM Mandiri Perkotaan dan PNPM Mandiri Pariwisata. Kesemua program tersebut merupakan program-program yang mendukung dan bernaung di bawah koordinasi PNPM Mandiri.
Ditinjau dari aspek historis, PNPM Mandiri diluncurkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 30 April 2007 di Kota Palu, Sulawesi Tengah. Dan program ini merupakan scaling up (pengembangan  yang lebih luas) dari program-program penanggulangan kemiskinan pada era-era sebelumnya. PNPM Mandiri digagas untuk menjadi payung (koordinasi) dari puluhan  program penanggulangan kemiskinan dari berbagai departemen yang ada pada saat itu, khususnya yang menggunakan konsep pemberdayaan masyarakat (community development) sebagai pendekatan operasionalnya.
Lahirnya PNPM Mandiri tidak secara spontan. Setelah Presiden mendapat laporan dari berbagai pihak, mengirim utusan ke berbagai daerah, wawancara langsung dengan pelaku program, bahkan sudah lebih dari 30 negara mengirimkan dutanya untuk belajar tentang pemberdayaan masyarakat  di  Indonesia,  maka mulai  awal tahun 2006 gagasan PNPM sudah menjadi wacana di Istana Negara. Tepatnya pada bulan Agustus 2006, presiden memutuskan bahwa pemberdayaan masyarakat harus menjadi program nasional. Kemudian lahirlah pada tahun itu kebijakan tentang Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat. Dua program yang menjadi pilar utama PNPM Mandiri sebelum program-program lain bergabung, adalah : PPK (Program Pengembangan Kecamatan) dan P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan). Kemudian mulai bergabung pada tahun-tahun berikutnya ke dalam PNPM Mandiri adalah P2DTK, PPIP, PUAP, PISEW dan Pariwisata.
Sebagaimana kita ketahui, sebelum diluncurkannya PNPM Mandiri pada tahun 2007, telah banyak program-program penanggulangan kemiskinan di Indonesia yang menggunakan konsep pemberdayaan masyarakat (community development) sebagai pendekatan operasionalnya. Dimulai dari program yang paling terkenal di masa Pemerintahan Orde Baru, adalah program IDT (Inpres Desa Tertinggal) yang dimulai pada tahun 1993/1994, awal Repelita VI. Program ini merupakan manivestari dari Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 1993 tentang Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan. Program IDT dilaksanakan dengan memberikan bantuan modal usaha berupa dana bergulir kepada lebih 20 ribu desa tertinggal dengan dana sebesar Rp. 20 juta setiap tahun. Bantuan dana bergulir ini diberikan selama 3 tahun anggaran. Sejalan dengan bantuan dana bergulir tersebut pemerintah juga memberikan bantuan teknis pendampingan yang memberikan bantuan teknis kepada masyarakat desa dalam rangka pemanfaatan dana bergulir tersebut.
Belajar dari keberhasilan dan kegagalan IDT, kemudian lahir generasi kedua program-program pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat lainnya adalah : PPK (Program Pengembangan Kecamatan) yang dilaksanakan Departemen Dalam Negeri - 1998, P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan) yang dilaksanakan Departemen Pekerjaan Umum - 1999, PEMP (Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir) yang dilaksanakan Departemen Kelautan dan Perikanan, KUBE (Kelompok Usaha Bersama) yang dilaksanakan Departemen Sosial, dan lain-lain. Program-program tersebut berjalan sendiri-sendiri menurut kebijakan Departemen yang bersangkutan, tidak terintegrasi, parsial dan sektoral.

c.      PNPM MANDIRI PERDESAAN
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM Mandiri Perdesaan atau PNPM-Perdesaan atau Rural PNPM) merupakan salah satu program pemberdayaan masyarakat  yang mendukung PNPM Mandiri yang wilayah kerja dan target sasarannya adalah masyarakat perdesaan. PNPM Mandiri Perdesaan mengadopsi sepenuhnya mekanisme dan prosedur Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang telah dilaksanakan sejak 1998-2007.
Program pemberdayaan masyarakat ini dapat dikatakan sebagai program pemberdayaan masyarakat terbesar di tanah air, bahkan terbesar di dunia. Dalam pelaksanaannya, program ini memprioritaskan kegiatan bidang infrastruktur desa, pengelolaan dana bergulir bagi kelompok perempuan, kegiatan pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat  di wilayah perdesaan. Program ini terdiri dari tiga komponen utama, yaitu :  a) Dana BLM (Bantuan Langsung Masyarakat)  untuk kegiatan pembangunan, b) Dana Operasional Kegiatan (DOK) untuk kegiatan perencanaan pembangunan partisipatif dan kegiatan pelatihan masyarakat (capacity building),  dan c) pendampingan masyarakat yang dilakukan oleh para fasilitator pemberdayaan, fasilitator teknik dan fasilitator keuangan.
Dalam PNPM Mandiri Perdesaan, seluruh anggota masyarakat didorong untuk terlibat dalam setiap tahapan kegiatan secara partisipatif, mulai dari proses perencanaan, pengambilan keputusan dalam penggunaan dan pengelolaan dana sesuai kebutuhan paling prioritas di desanya, sampai pada pelaksanaan kegiatan dan pelestariannya.
Pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan berada di bawah binaan Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD), Departemen/Kementrian Dalam Negeri. Program ini didukung dengan pembiayaan yang bersumber dari alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), apartisipasi dari CSR (Corporante Social Responcibility) dan dari dana hibah serta pinjaman dari sejumlah lembaga dan negara pemberi bantuan dibawah koordinasi Bank Dunia.

d.      PROGRAM-PROGRAM PENDUKUNG PNPM MANDIRI PERDESAAN
Dalam PNPM Mandiri Perdesaan, terdapat beberapa program pendukung sebagai upaya untuk menangani persoalan kemiskinan secara lebih serius dengan pola dan pendekatan yang  lebih khusus. Program-program tersebut adalah : PNPM Generasi, PNPM P2SPP, PNPM RESPEK, PNPM R2PN dan PNPM Mandiri Pasca Bencana.
 PNPM Mandiri Generasi
PNPM Generasi merupakan program uji coba inovatif yang diluncurkan oleh Pemerintah Indonesia di bulan Juli 2007, yang dirancang untuk mempercepat pencapaian tiga Tujuan Pembangunan Milenium:Pendidikan dasar  universal, penurunan tingkat kematian anak, peningkatan kesehatan ibu. PNPM Generasi adalah singkatan dari PNPM Generasi Sehat dan Cerdas.

 PNPM Mandiri P2SPP
Program Pengembangan Sistem Pembangunan Partisipatif (P2SPP) merupakan program yang digagas Tim Koordinasi PNPM-PPK  Nasional sebagai upaya nyata untuk melembagakan sistem pembangunan partisipatif dalam skala yang lebih luas, yang juga diterapkan dalam program pembangunan reguler di daerah.
P2SPP diluncurkan pada Bulan Mei 2006. Sebagaimana dasar pemikiran awal, ruang lingkup P2SPP meliputi : a) pemantapan peran aparat pemerintah daerah dalam pemberdayaan masyarakat melalui setrawan, b) mengupayakan pengintegrasian prinsip dan prosedur pemberdayaan masyarakat (dalam hal ini prinsip dan prosedur PNPM-Perdesaan) kedalam sistem pembangunan reguler, c) pemberian stimulan berupa Bantuan Langsung untuk Masyarakat (BLM) di tingkat kabupaten, d) serta memfasilitasi review Peraturan Daerah yang mengakomodir upaya pemberdayaan masyarakat atau pembangunan berbasis masyarakat.

PNPM Mandiri R2PN
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pulau Nias merupakan salah satu sub program di dalam PNPM mandiri Perdesaan. Program ini diinisasi dalam upaya penanganan kemiskinan secara lebih serius dan khusus kepada masyarakat Pulau Nias pasca bencana gempa bumi dan tsunami akhir tahun 2004. Sebelum diluncurkannya program ini, dalam kondisi masih darurat, penanganannya dilakukan dengan program PPK Pasca Bencana yang berlangsung selama tahun 2005 dan 2006. Selanjutnya mulai tahun 2007, PPK Pasca Bencana digantikan dengan program R2PN. Program ini menangani dua kabupaten, yaitu Kabupaten Nias dan Nias Selatan, yang terdiri dari 9 kecamatan.

PNPM Mandiri RESPEK
Program ini merupakan sub program dari PNPM Mandiri Perdesaan. RESPEK (Rencana Strategi Pengembangan Kampung), merupakan pola penanganan khusus PNPM Mandiri Perdesaan di wilayah Papua dan Papua Barat dengan sumber pendanaan dari dana Otonomi Khusus.

PNPM Mandiri Paca Bencana
Program ini adalah PNPM Mandiri Perdesaan yag difokuskan secara khusus untuk menangani masyarakat lokasi PNPM Mandiri Perdesaan yang dilanda bencana. Dua provinsi yang saat ini menjadi wilayah kegiatan PNPM Mandiri Pasca Bencana adalah Sumatera Barat dan Jawa Barat.

2.      LOGO  PNPM MANDIRI PERDESAAN
Tiga logo yang sering dipergunakan dalam berbagai aktivitas program.

Sabtu, 17 November 2012

DISKUSI KETERLAMBATAN GAJI FASILITATOR

Efektifitas pelaksanaan pendampingan PNPM Mandiri Perdesaan di Provinsi Sulawesi Selatan sedang mendapatkan hambatan yang cukup beberati khususnya pada tingkatan Fasilitator pada tingkat kecamatan dan Kabupaten. Hambtan tersebut adalah keterlambatan pencairan  Gaji Fasilitator PNPM Mandiri Perdesaan Se Sulawesi Selatan yang hingga pada tanggal 19 November 2012 ini juga belum direalisasikan oleh pihak Satker Provinsi. Keinginan yang kuat untuk megetahui penyebab permasalahan ini akhirnya terungkapkan pada pembukaan Rakor Provinsi bulan November 2012 yang dilaksanakan di hotel Dynasti Makassar. Pada sesi pembukaan Rakor khususnya pada sesi diskusi kelompok dan dialog. yang banyak dipertanyakan adalah penyebab utama ketidak jelasan transfer gaji Fasilitator PNPN Mandiri Perdesaan Provinsi Sulawesi Selatan.

Beberapa penjelasan yang diberikan  oleh pihak satker provinsi khususnya Bendahara Satker yaitu Bapak Ahmad Abu Zaid SE adalah terkait dengan belum dapat terbitnya SK Kuasa pengguna anggran yang baru karena terjadi perubahan pada kepala BPMPD Provinsi Sulawesi Selatan. Alasan yang disampikan oleh pihak Satker ini kurang dapat memberikan kepuasan pada pihak peserta Rakor. Karena penjelasan pihak satker kurang memberikan kepuasan pada para peserta, maka beberapa peserta mengajukan usulan untuk membantu pihak satker dalam mempercepat proses terbitnya SK KPA. Misalnya Pak Dafid dari Kabupaten Pangkep, beliau memberikan saran agar di luar jalur struktural yang selama ini dijalankan, makaperlu ada juga jalur fungsional yang dilakukan oleh pihak fasilitator untuk mengkomunikasikan masalah ini dengan bapak Gubernur Provinsi Selatan.

Harbit Manika Faskab Bulumba menyarankan agar dilakukan Silaturahmi Dengan bapak Gubernut Sulsel dan menyampaikan pada beliau mengani permasalahan SK yang sedikit mengalami hambatan, Bahkan Harbit mengaskan bahwa selaku warga Sulsel, kitapun berhak untuk menegmukakan unek - unek atau masalah yang kita hadapi kepada Gubernur Sulsel.

Beberapa peserta lainnya justru menghawatirkan masalah ini akan berubah menjadi masalah polituis atau bahkan dipolitisr oleh pihak - pihak lainnya dengan mengatakan bahwa gubernur Sulsel dalam hal ini Bapak Syahrul Yasin Limpo sengaja mengulur - ngulur waktu untuk mempercepat proses untuk menandatangani SK KPA yang hanya dengan itu Gaji Fasilitator dapat dibayarkan segera. Berbagai tanggapan dan masukan dari para peserta Rakor ini kuranng mendapat tanggapan arau respon yang cukup. dan tetap pada jalur yang sudah dijalankan sebelumnya. Menurut Satker" Kita melihat perkembangan Hari Senin, Jika dalam prosesnya hari senin tidakm dapat diselesaikan, maka aka diminta beberapa orang Fasilitator agar membantu  pihak Satker mengkomunikasikan masalah ini langsung dengan Bapak Gubernur Sulsel semoga beliau secepatnya menandatangani SK KPA PNPM Mandiri Perdesaan dengan demikian, maka gaji Fasilitator akan segera dapat ditransfer pada masing - masing indifidu Fasilitator. Dari berbagai Diskusi yang terjadi, sumber utama masalah ini yang terjadi adalah : MANAGEMEN YANG LEMAH, KURANG ANTISIPASI MASALAH DAN KURANG PEDULI PADA NASIB FASILITATOR DAN PROGRAM. Wallahu A'lam Bissowab, semoga badai ini cepar berlalu dan kita semua dapat kembali ke lokasi tugas dengan semangat baru lagi...

Materi 2 Semiloka SKPD-DPRD 2012


STRATEGIS PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERDESAAN MELALUI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Oleh: Ir. H. Muh. Thoriq Husler (Wabub Lutim)



I.    PENDAHULUAN
Kemiskinan merupakan permasalahan bangsa yang mendesak dan memerlukan langkah-langkah penanganan dan pendekatan yang sistemik, terpadu dan menyeluruh. Dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar warga negara, diperlukan langkah-langkah strategis dan komprehensif.
“ Menjadi Miskin bukanlah pilihan, kita tidak bisa memilih dilahirkan oleh siapa”
Demikian kalimat bijak yang sering kita dengar. Oleh karenanya jikalau orang – orang miskin mendengar kalimat tersebut tentulah mereka tidak mau dilahirkan dalam keluarga miskin. Mereka menjadi miskin bisa dikarenakan ketidakberuntungan situasi (deprivation trap) atau bisa juga mereka miskin karena dimiskinkan atau yang kita kenal sebagai kemiskinan struktural.  Untuk mengurangi kemiskinan baik dikarenakan oleh ketidakberuntungan tadi atau oleh sebab-sebab struktur yang membelenggu penduduk miskin, deretan program pengentasan kemiskinan telah banyak diluncurkan oleh pemerintah, mulai dari Inpres Desa Tertinggal (lDT), Program Tabungan Kesejahteraan Rakyat Kredit Usaha untuk Kesejahteraan Rakyat (Takesra-Kukesra), Program Penanggulangan Dampak Krisis Ekonomi (PDM-DKE), dan Program Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK). Kemudian juga diteruskan dengan bergulirnya Program Subsidi Langsung Tunai/Bantuan Langsung Tunai (SLT/BLT) dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Kesemua program tersebut memiliki satu tujuan utama yaitu berupaya untuk mengentaskan masyarakat dari kemiskinan dalam suatu  rangkaian program pemberdayaan. Bila dicermati, terdapat beberapa kelemahan mendasar dari berbagai program pengentasan kemiskinan selama ini. Pertama, tidak optimalnya mekanisme pemberdayaan warga miskin. Hal ini terjadi karena program lebih bersifat dan berorientasi pada ‘belas kasihan’ sehingga dana bantuan lebih dimaknai sebagai “dana bantuan cuma-cuma” dari pemerintah. Kedua, asumsi yang dibangun lebih menekankan bahwa warga miskin membutuhkan modal. Konsep ini dianggap menghilangkan kendala sikap mental dan kultural yang dimiliki oleh warga miskin. Muaranya adalah rendahnya tingkat perubahan terhadap cara pandang, sikap, dan perilaku warga miskin dan warga masyarakat lainnya dalam memahami akar kemiskinan. Ketiga, program pemberdayaan lebih dimaknai secara parsial, misalnya titik berat kegiatan program hanya mengintervensi pada satu aspek saja, seperti aspek ekonomi atau aspek fisik, belum diintegrasikan dalam suatu program pemberdayaan yang terpadu.

II.   PEMBAHASAN

Upaya penanggulangan kemiskinan pada hakekatnya merupakan upaya bersama dari semua pemangku kepentingan, sehingga membutuhkan sinergi dan kemitraan dengan semua pihak. Pemerintah, termasuk pemerintah daerah, kalangan swasta, kalangan organisasi kemasyarakatan, kalangan universitas dan akademisi, kalangan politik dan tentunya masyarakat sendiri perlu membangun visi yang sama, pola pikir dan juga pola tindak yang saling menguatkan dengan difokuskan pada upaya penanggulangan kemiskinan. Dalam kemitraan yang saling menguatkan inilah maka berbagai sasaran peningkatan kesejahteraan rakyat dapat dicapai dengan baik. Pemerintah sangat mendukung setiap prakarsa dan inovasi yang dijalankan serta dikembangkan oleh semua pihak dalam mendukung upaya peningkatan kesejahteraan rakyat ini.

Berdasarkan Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK), kemiskinan merupakan sebuah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, baik laki-laki maupun perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Oleh sebab itu kemiskinan bukan hanya berkaitan dengan pendapatan, tetapi juga mencakup kerentanan dan kerawanan orang atau sekelompok orang baik laki-laki maupun perempuan untuk menjadi miskin dan keterbatasan akses masyarakat miskin dalam penentuan kebijakan publik yang berdampak pada kehidupan mereka. Dengan demikian penanggulangan kemiskinan akan berkaitan erat dengan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan terhadap hak-hak dasar masyarakat miskin, yaitu hak sosial, budaya, ekonomi dan politik yang secara normative merupakan tanggung jawab negara kepada warga Negara agar masyarakat tidak jatuh miskin dan masyarakat miskin harus segera dipulihkan hak haknya agar dapat mengembangkan kehidupan yang bermartabat.

Penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan oleh berbagai pihak  pada saat ini bukan menghasilkan tahapan penyelesaian masalah tetapi justru melahirkan permasalahan baru. Strategi para pihak  dalam penanggulangan kemiskinan seringkali tidak sesuai dengan tingkat kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

Problematika kemiskinan sangat kompleks. Faktanya penanganan kemiskinan selama ini cenderung parsial dan tidak berkelanjutan. Peran dunia usaha dan masyarakat pada umumnya belum optimal. Kerelawanan social dalam kehidupan masyarakat yang dapat menjadi sumber pemberdayaan dan pemecahan akar permasalahan kemiskinan juga mulai luntur. Oleh karena itu diperlukan perubahan yang bersifat sistemik dan menyeluruh dalam upaya penanggulangan kemiskinan.

Penanggulangan kemiskinan memerlukan strategi besar yang bersifat holistik dengan program yang saling mendukung satu dengan lainnya sehingga upaya pemahaman terhadap penyebab kemiskinan perlu dilakukan dengan baik. Adapun yang menjadi elemen utama dalam strategi besar tersebut adalah pendekatan people driven dimana rakyat akan menjadi aktor penting dalam setiap formulasi kebijakan dan pengambilan keputusan politis. Untuk mensukseskan hal itu diperlukan pelaksanaan perubahan paradigma yang meredefinisi peran pemerintah yang akan lebih memberi otonomi pada rakyat, adanya transformasi kelembagaan dari yang bersifat represif menjadi representatif, dan transparansi penyelenggaraan pemerintahan (Dillon, 2001).
Salah satu strategi yang harus dijalankan dalam upaya – upaya penangulangan kenismikinan di kabupaten Luwu Timur adalah melalui Pemberdayaan Masyarakat.

Pemerintah telah berkomitmen untuk terus meningkatkan pendapatan dan dalam waktu yang bersamaan menurunkan beban masyarakat miskin. Strategi besar yang dikembangkan secara Nasional  pada saat ini adalah:
1)         Memperbaiki sistem jaminan sosial;
2)         Meningkatkan akses masyarakat miskin kepada pelayanan dasar seperti kesehatan, pendidikan, air bersih dan sanitasi.
3)         Meningkatkan pemberdayaan masyarakat.
4)         Mendorong pertumbuhan yang berkualitas atau inclusive growth.
Untuk mendukung strategi besar tersebut diperlukan pendekatan melalui pemberdayaan masyarakat. miskin.
Strategi pemberdayaan masyarakat miskin, dilakukan atas dasar bahwa kelompok masyarakat miskin tidak diperlakukan hanya semata-mata sebagai objek. Mereka harus didorong untuk dapat mengenali dirinya dan mengembangkan segala potensi yang dimilikinya. Penduduk miskin tidak terjebak pada kemiskinan budaya dan struktural, permasalahan tersebut menjadi bagian terpenting dalam rangka pemberdayaan masyarakat (community empowering). Strategi ini mendorong pula keterwakilan suara kelompok masyarakat miskin, oleh karena itu konsep pembangunan setidaknya bukan hanya mekanisme atas bawah (top-down) tetapi juga juga penguatan pembangunan yang partisipatif.
Strategi lainnya dalam percepatan penanggulangan kemiskinan adalah pembangunan yang inklusif, yakni pembangunan yang mengikutsertakan dan sekaligus memberI manfaat kepada seluruh masyarakat. pembangunan yang inklusif diharapkan pula akan mendorong pengurangan kemiskinan melalui pertumbuhan perekonomian yang dinamis. Guna menunjang kondisi dimaksud, pemerintah daerah harus mampu memberikan kenyamanan berinvestasi yang multiplier effek-nya bermuara pada peningkatan pendapatan dan perbaikan taraf hidup. Kabupaten Luwu Timur  diharapkan pula dapat berfungsi sebagai pusat pertumbuhan dengan sumberdaya dan komoditas unggulan yang dimilikinya. Oleh karena itu, pengembangan ekonomi lokal (local economic development) harus senantiasa beriringan dengan investasi lainnya.
Sebagai dasar gerak langkah penanggulangan kemiskinan yang diupayakan semakin sejahteranya keluarga miskin yang berimbas secara otomatif semakin berkurangnya angka kemiskinan, terdapat kerangka pikir (frema of thinking) bahwa untuk memacu kemandirian sosial dan ekonomi Masyarakat Miskin perlu adanya proses pemberdayaan (empowering proces).
Oleh sebab itu program-program yang bersifat pemberdayaan diperlukan adanya pendampingan bagi rumah tangga sasaran keluarga miskin. Guna percepatan penanggulangan kemiskinan diperlukan pula sinergitas antar program yang dapat dilakukan dengan adanya kejelasan dan keterpaduan kelompok sasaran, didukung oleh pihak kecamatan, desa/kelurahan yang memiliki peran penting dalam menumbuhkan dan membina para keluarga miskin untuk berperan aktif dalam kelompok Masyarakat Miskin  tersebut, dengan demikian di setiap desa dan kelurahan harus mampu membuat simpul kelompok-kelompok tersebut sebagai upaya mengoptimalkan proses pemberdayaan berkaitan dengan peningkatan perekonomian keluarga miskin, sosial dan kesehatan serta pembangunan infrastruktur.
Program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Luwu Timur melalui program – program SKPD diupayakan mampu merefleksikan program dan kegiatan yang pro-poor, pro-growth, dan pro-job serta pro-environment.
Prinsip – prinsip Penangulangan Kemiskinan Melalui Pemberdayaan Masyarakat.
Dalam melaksanakan upaya – upaya penanggulangan kemiskinan melalui Pemberdayaan masyarakat akan mendapatkan momentum keberhasilannya dan secara efektif dapat mengurangi angka kemiskinan secara nyata dan signifikan, maka harus mengacu dan berpijak pada beberapa prinsip berikut:

1.    Prinsip – prinsip yang berkenaan dengan Tujuan

a.    Kesamaan hak dan tanpa pembedaan. Penanggulangan kemiskinan menjamin adanya kesamaan hak tanpa membedakan atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, usia, bahasa, keyakinan politik dan kemampuan berbeda.

b.    Manfaat Bersama. Penanggulangan kemiskinan harus memberikan manfaat bagi semua pihak, terutama bagi masyarakat miskin laki-laki dan perempuan.

c.    Tepat sasaran dan adil. Penanggulangan kemiskinan harus menjamin ketepatan sasaran dan berkeadilan.

d.    Kemandirian. Penanggulangan kemiskinan harus menjamin peningkatan kemandirian masyarakat miskin, bukan justru meningkatkan ketergantungannya pada pihak lain, termasuk pemerintah.

2.    Prinsip – prinsip yang berkenaan dengan Proses.
a.    Kebersaamaan. Penanggulangan kemiskinan menjadi tanggung jawab bersama, dilakukan dengan keterlibatan aktif semua pihak, baik pemerintah, swasta maupun masyarakat, termasuk orang miskin baik laki-laki maupun perempuan.

b.    Transparansi. Penanggulangan kemiskinan menekankan asas keterbukaan bagi semua pihak melalui pelayanan dan penyediaan informasi bagi semua pihak termasuk masyarakat miskin.

c.    Akuntabilitas. Adanya proses dan mekanisme pertanggungjawaban atas kemajuan, hambatan, capaian, hasil dan manfaat baik dari sudut pandang pemerintah dan apa yang dialami oleh masyarakat, terutama masyarakat miskin, laki-laki dan perempuan, kepada parlemen dan rakyat.

d.    Keterwakilan. Adanya keterwakilan kelompok-kelompok yang berkepentingan dalam perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi dari penanggulangan kemiskinan dengan mempertimbangkan keterwakilan kelompok minoritas dan kelompok rentan.

e.    Keberlanjutan. Penanggulangan kemiskinan harus menjamin pelaksanaan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan.

f.     Kemitraan. Adanya kemitraan yang setara dan saling menguntungkan antar pelaku dalam penanggulangan kemiskinan.

g.   Keterpaduan. Adanya sinergi dan keterkaitan yang terpadu antar pelaku dalam penanggulangan kemiskinan.

Kemudian secara garis besar permasalahan-permasalahan strategi penanggulangan kemiskinan melalui pemberdayaan Masyarakat di Kabupaten Luwu Timur  adalah sebagai berikut:

1.    Masih Kurangnya koordinasi, yang meliputi koordinasi kebijakan dan program, perumusan standar (indikator kemiskinan, kriteria sukses, model-model penanggulangan kemiskinan), serta koordinasi dalam proses sosialisasi dan advokasi. Peran pemerintah haruslah difungsikan sebagai pihak yang mengkoordinasi dan mengkatalisasi serta memberikan dukungan terhadap fasilitator utama yaitu lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk mengatasi masalah-masalah dalam penanggulangan kemiskinan.

2. Upaya mengurangi kemiskinan di Kabupaten Luwu Timur  belum concern dan melibatkan semua stakeholder, yaitu dari kekuatan masyarakat, pemerintah dan kekuatan pasar dengan masyarakat lokal sebagai stakeholder utama dan secondary stakeholder adalah diluar masyarakat lokal tersebut bertugas untuk memfalisitasi agar masyarakat lokal dapat mampu keluar dari masalah kemiskinan. Untuk itu Pemerintah Kabupaten Luwu Timur  akan berupaya memfalisitasi hubungan dengan para donor dalam program anti kemiskinan, membangun partnership dan trust antara pelaku-pelaku utama penanggulangan kemiskinan, memfalisitasi partisipasi dunia usaha dalam penanggulangan kemiskinan, memfasilitasi proses alokasi anggaran, dan memfalisitasi proses penyusunan kebijaksanaan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Luwu Timur yang akan menjadi dasar dan pola pelaksanaan upaya – upaya pengentasan kemiskinan melalui Pemberdayaan masyarakat yang lebih efektif dan tepat guna.

3. Belum Efektifnya sosialisasi program, sehingga penanggulangan kemiskinan belum dipahami secara seksama oleh masyarakat. Karena itu pendekatan baru dalam penanggulangan kemiskinan haruslah dilandasi oleh suatu premis bahwa kaum miskin merupakan aktor utama dalam perang melawan kemiskinan, karenanya upaya penanggulangan kemiskinan harus dimulai dari mendorong kesadaran kaum miskin untuk memperbaiki nasibnya (self-help) sehingga berbagai upaya dalam penanggulangan kemiskinan bersifat suplementer dan komplementer. Inti utama dari pendekatan pemberdayaan Masyarakat adalah “ Help the People to Help Them selves “  Membantu masyarakat miskin agar mereka dapat membantu diri sendiri untuk keluar dari kondisi kemiskinan yang mereka alami.

4. Belum efektifnya kontrol dan monitoring program. Untuk itu agar program penanggulangan kemiskinan dapat mencapai sasaran diperlukan partisipasi masyarakat, melalui lembaga-lembaga pendamping yang bisa mengawasi program tersebut.

5. Belum Efektifnya Proses Evaluasi bersama terhadap pelaksanaan program – program pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat. Program pemberdayaan Masyarakat yang selama ini dilaksanakan oleh berbagai stakeholder, baik oleh kalangan swasta, maupun oleh SKPD, hanya dipahami dan dimengerti oleh pihak – pihak yang menyelenggarakan program tersebut. Sudah perlu direncanakan agenda bersama untuk mengevaluasi berbagai program pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat yang sedang berjalan di Kabupaten Luwu Timur ini.



III.           PENUTUP
Upaya penanggulangan kemiskinan pada hakekatnya merupakan upaya bersama dari semua pemangku kepentingan, sehingga membutuhkan sinergi dan kemitraan dengan semua pihak. Pemerintah, termasuk pemerintah daerah, kalangan swasta, kalangan organisasi kemasyarakatan, kalangan universitas dan akademisi, kalangan politik dan tentunya masyarakat sendiri perlu membangun visi yang sama, pola pikir dan juga pola tindak yang saling menguatkan dengan difokuskan pada upaya penanggulangan kemiskinan. Dalam kemitraan yang saling menguatkan inilah maka berbagai sasaran peningkatan kesejahteraan rakyat dapat dicapai dengan baik. Pemerintah sangat mendukung setiap prakarsa dan inovasi yang dijalankan serta dikembangkan oleh semua pihak dalam mendukung upaya peningkatan kesejahteraan rakyat ini.

Materi Semiloka DPRD-SKPD 2012


EVALUASI KRITIS PELAKSANAAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN
Oleh: Drs. Sarkawi A. Hamid, M.Si (Ketua DPRD Lutim)


I.       PENDAHULUAN

Sistem perencanaan dan penganggaran pembangunan tahunan atau yang lebih dikenal dengan nama Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) di atur dalam UU no 25 tahun 2004 tentang SPPN (Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional), UU no.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan PP no. 08 tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. Musrenbang ini dimaksudkan untuk menyusun kebijakan program pembangunan yang dibiayai oleh APBN di tingkat pusat dan APBD di tingkat daerah secara partisipatif di semua tingkatan (desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota).

Musrenbang kita tahu adalah proses musyawarah masyarakat tentang pembangunan daerah yang di laksanakan guna  mendapatkan suatu kesepakatan di antara masyarakat di setiap daerah yang akan di adakan pembangunan. Musrenbang adalah forum di mana masyarakat dapat menyampaikan aspirasi mereka, dalam proses pembangunan yang akan di laksanakan tentang bagaiman yang seharusnya di lakukan pemerintah serta sebaliknya yang harus di lakukan masyarakat dalam pembangunan yang akan di laksanakan. Musrenbang adalah proses memajukan setiap daerah mulai dari desa/kelurahan,kecamatan,kabupaten/kota ,provinsi hingga pusat.
Peranan dan Kedudukan Musrenbang RKPD merupakan wahana publik ( “public event”) yang penting untuk membawa para pemangku kepentingan (stakeholders) memahami isu-isu dan permasalahan pembangunan daerah mencapai kesepakatan atas prioritas pembangunan, dan consensus untuk pemecahan berbagai permasalahan yang selama ini dihadapi oleh Masyarakat


II.      PEMBAHASAN
Musrenbang adalah hasil assesmen paling penting terhadap usulan program yang prioritas dari masyarakat karena apa yang dihasilkan merupakan kebutuhan masyarakat yang sebenarnya. Dijelaskan, mengacu pada aturan hukum yang berlaku, dalam hal ini UU No 25 Tahun 2004 tentang Strategi Perencanaan Pembangunan Nasional, maka partisipasi masyarakat harus menjadi prioritas utama dalam merencanakan pembangunan sebagai bentuk dari proses demokrasi. Untuk itu, agar Musrenbang lebih bermakna serta kelanjutan pembangunan. Kita berharap kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) mensinkronkan kegiatan yang ada di unit kerjanya dengan kebutuhan masyarakat, sehingga dana yang ada di SKPD pemanfataannya lebih maksimal untuk kepentingan masyarakat. Bila suatu perencanaan sudah disusun dengan rapi dan matang diyakini sistem penyelenggaraan pemerintahan akan berlangsung baik sesuai dengan harapan masyarakat serta visi dan misi pemerintah yang sedang berkuasa.

Secara spesifik, Permendagri no 54 tahun 2010 mengatur tentang adanya empat pendekatan perencanaan pembangunan:  
1.    Pertama adalah pendekatan teknokratis. Pasal 7 Permendagri tersebut mengatur tentang adanya Pendekatan Teknokratis. Pendekatan teknokratis dalam perencanaan pembangunan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, menggunakan metoda dan kerangka berpikir ilmiah untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan daerah. Metoda dan kerangka berpikir ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan proses keilmuan untuk memperoleh pengetahuan secara sistematis terkait perencanaan pembangunan berdasarkan bukti fisis, data dan informasi yang akurat, serta dapat dipertanggungjawabkan.Description: http://www.kompip.or.id/wp-includes/js/tinymce/plugins/wordpress/img/trans.gif

2.    Yang kedua adalah pendekatan Partisipatif. Pendekatan partisipatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b, dilaksanakan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan (stakeholders) dengan mempertimbangkan:
Ø    Relevansi pemangku kepentingan yang dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, di setiap tahapan penyusunan dokumen perencanaan pembangunan daerah;
Ø    Kesetaraan antara para pemangku kepentingan dari unsur pemerintahan dan non pemerintahan dalam pengambilan keputusan;
Ø    Adanya transparasi dan akuntabilitas dalam proses perencanaan serta melibatkan media massa;
Ø    Keterwakilan seluruh segmen masyarakat, termasuk kelompok masyarakat rentan termarjinalkan dan pengarusutamaan gender;
Ø    Terciptanya rasa memiliki terhadap dokumen perencanaan pembangunan daerah.
3.    Ketiga adalah pendekatan Politis. Pendekatan politis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, bahwa program-program pembangunan yang ditawarkan masing-masing calon Bupati dan Wakil Bupati terpilih pada saat kampanye, disusun ke dalam rancangan RPJMD, melalui:
-       Penerjemahan yang tepat dan sistematis atas visi, misi, dan program Bupati dan wakil Bupati ke dalam tujuan, strategi, kebijakan, dan program pembangunan daerah selama masa jabatan;
-       konsultasi pertimbangan dari landasan hukum, teknis penyusunan, sinkronisasi dan sinergi pencapaian sasaran pembangunan nasional dan pembangunan daerah; dan
-       pembahasan dengan DPRD dan konsultasi dengan pemerintah untuk penetapan produk hukum yang mengikat semua pemangku kepentingan.
-       terciptanya konsensus atau kesepakatan pada semua tahapan penting pengambilan keputusan, seperti perumusan prioritas isu dan permasalahan, perumusan tujuan, strategi, kebijakan dan prioritas program.
-       Pertanyaan paling mendasar adalah apakah dokumen RPJMD ini sudah diketahui oleh masyarakat? Sehingga dengan demikian mereka dapat merumuskan perencanaan pembangunan mengacu pada dokumen ini?
4.    Keempat adalah pendekatan top down dan bottom up.  Pasal 10 Permendagri 54 tahun 2010 menjelaskan pendekatan perencanaan pembangunan daerah bawah-atas (bottom-up) dan atas-bawah (top-down) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d, hasilnya diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan mulai dari desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan nasional, sehingga tercipta sinkronisasi dan sinergi pencapaian sasaran rencana pembangunan nasional dan rencana pembangunan daerah.

Terlihat dari regulasi dan pendekatan yang ada di atas, ada setidaknya dua jalur partisipasi yang wajib difasilitasi oleh Pemkab, yakni partisipasi teritorial melalui musrenbangdes/kel dan Musrenbang Sektor melalui Forum SKPD. Walaupun keberadaan dua regulasi itu harus dimaknai oleh Pemkab  sebagai imperatif/ perintah untuk menjalankan dua jalur perencanaan itu, tetapi belum banyak pemkab yang secara sungguh sungguh memfasilitasi dilaksanakannya dua ruang musrenbang tersebut.
Pada kenyataannya penggalangan Musrenbang teritory selama ini lebih sering terdengar, sementara musrenbang sektor masih sayup sayup terdengar pelaksanaannya. Ironinya, tidak jelas skema penanganan kepada kabupaten yang belum melaksanakan musrenbang dengan sungguh sungguh. Semoga saja Kabupaten Luwu Timur dalam melaksanakan Musrenbang  selama ini tidak dilakukan secara asal asalan,  asal dijalankan, seremonial saja,  jauh dari substansi.
Perencanaan berbasis sektor perlu dilakukan untuk menjamin adanya kebijakan yang melindungi sumber penghidupan lokal, dan memberikan kemudahan tumbuh kembang kepada kelompok masyarakat miskin dan marginal. Harus diakui bahwa kebijakan selama ini cenderung dirancang dengan pertimbangan pertimbangan makro (deduktif). Sementara kelompok kelompok di masyarakat utamanya kelompok miskin dan marginal, tumbuh dan berkembang dengan nalar induktif. Dari kesadaran ‘akar’ mereka tumbuh, dengan pengalaman lokal mereka berkembang, itulah nalar induktif. SKPD perlu duduk bersama dengan kelompok kelompok lokal dalam ruangan perencanaan pembangunan sektor dalam forum forum SKPD untuk menyambungkan dua nalar itu. Dengan tersambungnya dua nalar itu maka perencanaan diharapkan bisa lebih protektif terhadap orang orang lokal, orang miskin dan marginal di tingkat lokal.
Review dokumen renstra SKPD bersama pemangku kepentingan secara terbuka adalah prasarat menuju terbentuknya kebijakan yang inklusif dan pro sumber kehidupan dan kepentingan lokal. Perencanaan kegiatan tahunan SKPD bersama pemangku kepentingan akan menjamin keselarasan antara visi pembangunan dengan kebutuhan masyarakat secara periodik.
Memaduserasikan’ adalah istilah yang tepat untuk menggambarkan ikhtiar untuk menghubungkan nalar deduktif pemutus kebijakan dan pemkab yang notabene pelayan masyarakat dengan nalar induktif warga marginal yang biasanya tumbuh dan berkembang dari sumber penghidupan non formal. ‘Memaduserasikan’ juga istilah yang memuat semangat bahwa deliberasi, musyawarah atau diskursus bisa membawa pada diketemukannya berbagai upaya yang lebih baik, lebih pro poor SMART. Maksudnya adalah diketemukannya upaya yang  Spesifik, Measurable, Achievable, Rational danTime Bound dan pro poor. Dengan kata lain, upaya yang baik itu seharusnya bersifat spesifik, bisa diukur, bisa di capai, masuk akal (terutama akal induksi/ akal masyarakat),
Berbagai program yang di musyawarahkan masyarakat dalam musrenbangdes atau musrenbangkel banyak yang tereliminasi ditingkat atasnya. Demikian juga ditingkat kecamatan juga dieliminasi lagi ditingkat atasnya dan seterusnya. Hal ini mungkin karena tidak sesuai dengan RPJM Kabupaten atau yang lainnya.
Masyarakat banyak yang mengeluhkan tidak adanya konfirmasi lagi hasil yang dimusyawarahkan dalam musrenbang dengan program apa saja yang diterima dan bagaimana cara mengambil anggarannya dan juga bagaimana membuat SPJ-nya.
Musrenbang yang sejatinya menjadi proses perencanaan pembangunan, banyak menuai kritik dari para delegasi masyarakat. Proses transparansi yang minim dan penuh retorika politik membuat Musrenbang semakin ompong giginya untuk menjawab persoalan masyarakat.
Dalam tataran konseptual, tidak ada yang salah dalam mekanisme perencanaan ini. Setelah di lakukan sosialisasi Pra Musrenbang oleh Bappeda, maka masyarakat segera melakukan penyelenggaraan musyawarah untuk menentukan arah pembangunan desa mereka dengan mengacu kepada Penggalian Keadaan Desa (PKD) yang dilakukan sebelum Musrenbangdes. Dalam PKD, minimal aspirasi masyarakat telah di akomodir semuanya yang akan menjadi landasan dalam pembuatan RPJMDes maupun RKPDes. Setelah siap dengan data-data potensi, masalah dan usulan, maka usulan akan di ajukan untuk di prioritaskan perencanaan satu tahun mendatang. Usulan-usulan itu akan di tampung dan di akan di naikkan di tingkat Kecamatan.
Sampai disini belum ditemukan masalah yang cukup berarti dalam melakukan prosesnya. Masalah yang mungkin timbul secara klise adalah dari kualitas mutu usulan masyarakat desa. Kita tidak bisa menyalahkan sepenuhnya karena bagaimanapun SDM mereka terbatas, masih lugu dan mungkin tidak paham dengan mekanisme yang sedang meraka jalani. Mereka hanya mengkhayalkan proyek yang akan hadir di desa mereka seperti yang sering di janji-janjikan bapak-bapak yang berseragam. Jangan di tanya, apakah proyek itu mampu mengentaskan kemiskinan atau tidak, mampu menjawab masalah yang mendesak ataupun mampu meningkatkan aspek kesejahteraan bagi mereka atau tidak. Yang penting bagi mereka adalah datang, mendengarkan, manggut-manggut dan pulang.
Di tingkat Musrenbangcam, keadaan tidak jauh berbeda alias sama memprihatinkan juga. Awalnya dahulu mereka (Masyarakat atau delegasi) sangat bersemangat dalam mengikuti kegiatan musrenbang, namun perlahan-lahan semangat itu terkikis sedikit-demi sedikit karena janji tak kunjung terealisasi. Mereka sudah bertengkar hebat, ngotot-ngototan, adu mulut dan tidak jarang terjadi percekcokan antara delegasi masyarakat itu, namun ternyata tidak mempunyai hasil yang maksimal. Karena tetap saja usula mereka yang di bawa di Kabupaten belum tahu akan terdanai atau tidak. Banyak kasus yang terjadi, usulan mendesak prioritas di masyarakat yang telah di usulkan bertahun-tahun melalui Musrenbang tidak terealisasi. Memang ada yang terealisasi namun prosentasenya tidak lebih dari 25% saja.
Usulan-usulan masyarakat yang mereka titipkan dalam Musrenbang yang selanjutnya di teruskan ke Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku pelaku teknokratis dan DPRD sebagai wakil politis mereka seringkali pupus dan tidak jelas keberadaaanya. Nuansa kepentingan, ego sektoral, nepotisme, pembagian kue yang tidak lazim, membuat banyak usulan yang harus di singkirkan. Tidak perduli apakah usulan kegiatan itu sangat mendesak dan di butuhkan masyarakat.
Memang banyak faktor yang membuat kenapa tidak semua usulan kegiatan dapat terdanai. Salah satunya yang sangat klise adalah factor alokasi dana APBD/APBN yang tidak mampu mengkover semua usulan pembangunan.  Kemampuan keuangan Negara yang terbatas mengharuskan pemerintah memilah-milah jenis usulan prioritas yang bersumber dari aspirasi masyarakat.  Sebenarnya masyarakat awam juga memahami hal tersebut. Namun  yang jadi masalah adalah, banyaknya rumor yang menyebutkan bahwa sebenarnya miliaran rupiah dana yang ada di tingkat kabupaten, provinsi dan pusat yang tidak terserap selama satu tahun anggaran.

Kita lantas jadi bingung sendiri, loh katanya dana terbatas, tapi kenapa sampai setiap tahun selalu masih saja banyak sisa dana untuk proyek pembangunan. Padahal sudah jelas-jelas kita sudah melaksanakan proses perencanaan dari tingkat dusun sampai tingkat kabupaten bahkan sampai tingkat Negara. Terus kemana sebenarnya usulan-usulan masyarakat itu? Apakah hanya menjadi tumpukan arsip saja ataukah jangan-jangan sudah di buang, di kilokan dan dijual untuk di jadikan bungkus kacang.
Dan yang lebih luar biasa anehnya adalah, hal tersebut berlangsung selama bertahun-tahun dan tidak ada yang protes dan melakukan klarifikasi. Paling – paling beraninya hanya mengeluh tidak katruan. Sehingga tanpa sadari, imunitas proses musrenbang muncul di dalam diri kita, dan kita menganggap mungkin memang seperti itu. Kita menerimanya seperti menerima takdir Tuhan yang lain.
III.        PENUTUP
Sebenarnya kita bersepakat bahwa semua system itu baik, yang tidak baik itu yang menjalankannya. Namun sebaik apapun system, dia akan hancur dan membuat malapetaka bila tidak diijtihadi, di internalisasi dalam diri pelakunya sehingga mampu menerapkan nilai-nilai dalam pasal-pasal aturan itu menjadi lebih menentramkan dan bukan tampak seperti pedang yang mengancam.
Musrembang mulai dari tingkat desa sampai dengan tingkat kabupaten harus dimaknai sebagai wadah inti untuk melakukan perubahan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat bukan hanya menjadi rutinitas yang mesti dijalankan sehingga kehilangan ruh dan cenderung membosankan.